Insight Articles — Sep 27, 2022
1 mins read
Share this article
Di rumah orang Indonesia, kaus ada kasta-kastanya. Kasta teratas diserahkan ke kaus baru yang masih layak dipakai bepergian. Kaus yang awalnya kasta atas, seiring berjalan waktu akan turun ke kasta rendah. Kasta yang paling rendah biasanya adalah kaus belel yang terancam dijadikan kain lap atau keset sama Emak.
Selain kaus bekas, orang Indonesia sudah sejak lama repurpose wadah plastik, karet gelang, botol plastik, dan sendok plastik. Kebiasaan ini muncul karena di Indonesia banyak orang merasa sayang kalau langsung membuang barang bekas. Terlebih lagi, banyak yang enggan mengeluarkan uang untuk membeli hal-hal remeh yang menjadi kebutuhan tersier. Jadi muncul deh kebiasaan memanfaatkan barang bekas yang didaur ulang untuk menjadi lap, keset, hingga pot tanaman.
Source: https://www.youtube.com/watch?v=3pu_7dHMh2g
Source: Pers Mahasiswa
Kebiasaan mendaur ulang kaus dan barang bekas lain ini mirip dengan upcycling yang muncul dengan semakin besarnya kesadaran tentang limbah. Bagi Emak-Emak terutama generasi yang lebih tua, mungkin niat awalnya bukan untuk upcycling, melihat kebiasaan ini sudah ada bahkan sebelum upcycling jadi booming. Meski begitu, kebiasaan ini tetap saja bermanfaat untuk lingkungan karena bisa mengurangi volume limbah dengan menggunakan kembali barang bekas untuk fungsi berbeda, atau me-repurpose. Upcycling juga mengurangi kebutuhan untuk memproduksi bahan baru atau bahan mentah yang mengurangi jumlah polusi udara, polusi air, dan gas rumah kaca. Bravo, Emak-Emak!
Menjadikan kaus bekas menjadi kain lap adalah contoh upcycling sederhana. Sampah tekstil juga bisa diolah menjadi produk lain seperti sarung bantal, tatakan gelas, sarung galon, dan sebagainya. Yang jelas, kebiasaan merasa sayang untuk langsung membuang barang bekas adalah salah satu kebiasaan baik untuk diturunkan ke tiap generasi. Eits, tapi jangan sampai hoarding tanpa memberi value baru ke barang bekas ya!
Reference:
Share this article
Related insight